Cari Blog Ini

Selasa, 28 Juli 2020

Setitik Asa|| Cerpen

Sumber gambar: https://pin.it/2iW0kac

Tik.. tok.. tik.. tok..
Dentuman jam telah menunjukan pukul 03.00 dini hari, malam ini begitu sunyi hanya suara jangkrik yang terengar menggema di seluruh ruangan. Aku mengemasi hasil kerja kerasku semalaman suntuk.
      Aku baru saja menyelesaikan Tugas UAS untuk dikumpulkan beberapa jam lagi. Aku mulai merasa bosan menjalani kuliah online dari rumah, tugas-tugas yang rumit dan sulit diberikan sebagai pengganti perkuliahaan, belum lagi persoalan ekonomi yang juga membuatku sakit kepala.
     Sudah tiga bulan lebih aku berada di rumah sebab Indonesia sedang dilanda pandemi covid-19 yang juga melanda negara-negara lain diseluruh dunia. Aku mengetahui tidak hanya mahasiswa dan siswa yang dirumahkan tetapijuga para pekerja, bahkan banyak yang harus kehilangan pekerjaan.Tidak kecuali aku yang juga harus berhenti kerja part time sejak tiga bulan lalu, sekarang tabunganku sudah hampir habis mungkin hanya cukup untuk membeli paket internet bulan depan. Aku memutuskan untuk beranjak dari meja belajar dan tidur sebentar sebelum adzan subuh berkumandang. Namun, aku tidak kunjung tertidur pikiranku justru melayang jauh. Aku teringat bahwa perkuliahan semester ini sudah selesai itu berarti pelaksanaan KKN juga akan segera dimulai.

“Aaahhh bagaimana pelaksanaan KKN tahun ini” gerutuku memecah keheningan malam.

     Aku masih berusaha mencari posisi yang nyaman untuk tidur saat aku teringat beberapa tanggungan agenda yang harus aku selesaikan. Aku terduduk berusaha meraih notebook dimeja dekat kasur. Rupanya cukup banyak agenda yang harus ku selesaikan dalam waktu dekat ini. Aku merasa sedikit malas melaksanakan agenda yang sudah tersusun rapi di halaman belakang buku catatanku. Namun apa bisa dikata, jadwal ini sudah aku susun jauh sebelum adanya pandemi covid-19.
Kopi dimeja sudah tinggal setengah cangkir dan tentu saja sudah mulai dingin, tidak terasa sudah hampir dua jam aku duduk merenung dibawah pohon Kersen di belakang rumah. suasana kota jadi lebih sejuk akhir-akhir ini, mungkin salah satu efek positif dari PSBB yang diterapkan dikotaku hingga berkurangnya aktifitas kendaraan bermotor. Aku berfikir tentang banyak hal mulai dari perkuliahan, kondisi perekonomian keluarga yang kian hari kian sulit, hingga mau jadi apa aku nanti setelah lulus kuliah, sebuah perkara yang tidak pernahku pikirkan sebelumnya. Aku berfikir untuk ambil cuti kuliah semester depan, takut merepotkan orang tua jika aku tidak bisa membantu mencari uang sendiri untuk membayar uang kuliah dan keperluan lainnya. Selama beberapa bulan terakhir penggunaan paket internet data terbilang sangat besar bagaimana tidak semua perkuliahaan dilaksanakan secara online menggunakan aplikasi tatap muka. Sedangkan, paket internet gratis yang dijanjikan tidak bisa digunakan sebab hanya bisa digunakan untuk aplikasi tertentu yang tidak digunakan dalam perkuliahan kali ini. Pendapatan bapak sebagai tukang pijat pun berkurang drastis, belum lagi banyaknya pengeluaran yang harus ditanggung seorang diri, mulai dari kebutuhan makan, membayar air , listrik, belum lagi jika buku tulis adik-adik habis. Aku jug atidak bisa banyak membantu, sekurang-kurangnya aku tidak menambah pengeluaran. Aku kembali merenung sembari menikmati ketela rebus yang baru diantar adikku, aku mengingat kembali rencana -rencana yang sering ibu bicarakan denganku. Sebagai anak laki-laki pertama tentu seringkali ibu bertukar pikiran dengan diriku. Aku teringat harapan ibu yang selalu beliau katakan, bahwa aku harus lulus tepat waktu. rasanya tidak tega menyampaikan keinginan untuk cuti kuliah dulu.Aku takut membuatnya sedih, lagipula pasti beliau akan menjawab

“Itu sudah tanggung jawab ibu dan bapak untuk menyekolahkanmu dan adik-adik Adnan”.

     Akhirnya, Aku memberanikan diri untuk mengajak ibu berdiskusi mengenai ide cuti kuliah itu. Seperti yang sudah aku duga sebelumnya, ibu tidak setuju. Aku memang lebih dekat dengan ibu, sehingga sebelum melakukan apapun aku akan berdiskusi dulu dengan ibu, baru disampaikankepada ayah jika diskusi kami tidak berujung pada keputusan final.

Ayahmu pasti tidak  akan setuju Nan, itu akan melukai gengsinya sebgai seorang ayah. kan ibu sudah sering bilang yang diinginkan ayahmu hanya mensekolahkan anak-anaknya hingga lulus kuliah”sambil beranjak
meninggalkan aku seorang diri.
Aku diam tidak lagi berargument, sudah lebih dari setengah jam lamanya aku menjelaskan alasanku untuk cuti kuliah, tapi tidak juga diberikan izin. Zidan datang membawa sepiring pisang goreng yang masih mengepulkan asap tanda baru diangkat dari wajan. Tidak lama ibu keluar lagi dari pintu dapur tampak membawa dua cangkir kopi untukku dan bapak yang sedang mandi tidak lupa secangkir teh hangat untuk dirinya sendiri. Aku diam tidak lagi berbicara, begitupun juga ibu. Aku sedang berusaha mengingat-ngingat saudara yang mungkin saja membutuhkan karyawan diusahanya.

“Ibu lihat di televisi tadi siang yang terjangkit bertambah banyak, ibu jadi khawatir sama bapakmu kalau tetap bekerja dan harus bertemu orang-orang diluar sana.” kata ibu membuatku tersadar dari lamunan.
“Adnan bantu cari pemasukan tambahan ya bu” jawabku sambil mengangkat cangkir kopi.
“mau kerja apa nan, kuliah saja belum lulus kok mau kerja. Selesaikan dulu kuliahmu”
“kuliah adnan udah mulai libur, sambil nunggu KKN adnan bisa kerja apa aja, ya kerja yang ada.”
“nggak usah aneh-aneh”
“Adnan kemarin coba chat mas Bara, Adnan nanya-nanya tentang usaha pak dhe katanya Alhamdulillah masih berjalan baik, banyak pesanan dalam kota buk, Adnan mau bantu-bantu disana.”
“Terserah kamu nan, asal tidak mengganggu kuliahmu”  jawab ibu, membuatku lega.

     Tanpa berlama-lama lagi aku kirim pesan ke mas bara bahwa besok aku akan main kerumahnya.
Siang itu aku sedang membantu Pak Dhe Juhri memelitur meja kursi untuk dikirim minggu depan. Hari ini genap dua minggu aku bekerja di Tempat pak dhe Suwandi. Pak dhe punya usaha mebel yang cukup besar dan maju. Usaha ini PakDhe rintis sejak ia muda dan belum menikah. Aku bertemu dengan banyak orang disini dan juga mendapat banyak cerita mengenai kehidupan. 
      Mereka selalu berbagi cerita dan pengalaman hidup. Aku selalu mendengarkan dengan khidmad. PakDhe Juhri adalah salah satu karyawan PakDhe Suwandi, beliau bercerita tetangganya harus bercerai dengan istrinya lantaran tidak bisa memberikan uang belanja. Aku terhitung masih beruntung katanya, masih bisa kuliah dan makan tiga kali sehari. Jika dipikir-pikir apa yang dikatakan Pakde Juhri ada benarnya juga.Banyak orang yang jauh lebih kesulitandari pada aku.

“Rejeki itu bukan hanya uang, rumah mewah, mobi mewah nan.., tapi juga kesehatan, keluarga dan peluang untuk belajar. Jangan banyak mengeluh apa lagi berfikir yang tidak-tidak soal kehidupan.” 

kata Pakde Juhri saat aku mengeluh mengenai kuliahku.
Aku tersadar selama ini aku terlalu berfikir negatif tentang kehidupan, terlalu banyak ketakutan. Aku memutuskan tidak jadi mengambil cuti kuliah. Aku akanmenjalani dengan sebaik mungkin apapun yang seharus aku jalani. Pandemi ini tidak boleh membunuh semangat belajarku apalagi keyakinanku pada hidup. Aku sadar semua akan baik-baik saja selama kita mau berusaha dan tentu diiringi dengan do’a. Pandemi bukan halangan untuk tidak berbuat apa-apa, pandemi ini mungkin memang menghambat kehidupan kita namun, bukan menghentikan roda kehidupan. Keringat yang membasahi tubuhku menjadi saksi bahwa aku tidak menyerah pada keadaan.


Oleh: Ruhana Roisyatul Azizah, Mahasiswa Aktif IAIN Kediri

Minggu, 24 Mei 2020

Riyaden 2020: Nasib Si Jomblo



     Lebaran kali ini menjadi lebaran istimewa dan mungkin berbeda, bagaimana tidak? Wong riyaden tahun rong ewu rong puluh, tangis mblabar nek endi2 sampe lali rasane legi'ne pengapura.
Banyak tradisi yang harus diminimkan, termasuk jalan-jalan mengusuri rumah-kerumah demi permen kesayangan.
     Tapi syukurlah biasanya kalau lebaran Sikil e poklek sebab, keliling kampung hanya bondo  sandal jepit, sekarang di era covid'19 tradisi maaf memaafkan dibatasi hanya 3 RT dalam satu desa untuk berkumpul.
     Oke tidak apa-apa, karena memang keadaan yang tidak dapat dikendalikan. Ada yang lucu di lebaran ini, hehe
Pasti sudah merasakan lebarannya Orang jomblo kayak apa? Sudah biasa dapat pertanyaan Kapan Rabi? Kapan ndue gandengan?
Kalo saya bukan itu, khusus tahun niki.
Sebut saja dia kurcil, saat itu kami melangkah bersama rombongan pasukan penyerbu jajan, kebetulan saja singgah kerumah salah satu embah tertua di desa, lahannya luas jadi ya kumpul ruame tetap lapang sekitarnya...
Meskipun nggak serame biasanya :(Percakapannya sedikit menyakitkan hati huhuuu .. Kampret)

Kurcil : Mbak
Aku : Dalem
Kurcil : Bar Bodho kui ora oleh srengen?
Aku : ya
Kurcil : mbak smean tak omongi
Aku : opo ye?
Kurcil : Smean kui barengan e masku to?
Aku : ya, barenganku masem
Kurcil : Masku anak e wis dua (sambil menunjukkan jumlah dua di jari) trus mbak e kancaku wes nikah
Aku : Trus ?
Kurcil : Lha smean kok ra nikah leh? Kok malah Dolananan Karambol nek Langgar? Gak oleh srengen lo ya
Aku : (Ambekan dowo, pingin tak sambel pecel kurcil iki)
(Bodho: Lebaran, Srengen: Marah, Em:Mu)

Bayangkan saja, naik darah atau naik tangga? Satu krumunan menertawakan kejombloanku gara-gara kurcil.
Lebaran kali ini istimewa, menujukan bahwa kebersamaan tanpa bersama itu bisa dan tak kalah syahdu meskipun sendu juga menjadi warna meskipun berupa warna kelabu.
Masih ada aku, dalam ponselmu (kata dia, Eaa..)
Tetap sabar yang diperantauan, kalian terbaik dengan mengikuti intruksi dari pemerintah.


Sandal Jepit

Selasa, 12 Mei 2020

Daring Or Garing ?


Kita tahu mitokondria yang tak menghasilkan energi banyak
Lemas, lesu meninggalkan lelah tak berjejak
Bukan puasa dikeluhkan
Atau harapan yang tak kunjung datang
Namun sistem daring
Membuat diri asing dengan identitas diri
Bukan problematika, bukan pula menghindar teknologi zaman
Bukan !
Tuntutan zaman serta keadaan mendesak
Menjadikan daring sebagai jalan keluar
Belajar di rumah aja menjadi opsi utama
Memutus rantai penyebaran bala'
Menjadikan diri menahan diri
Why?
Faktanya dalam belajar daring
Menguras kuota juga emosi
Ditambah duit yang semakin menipis
Manipulasi aktif demi nilai tinggi
And than
Jangan lupa saat daring wajib salam pembuka lalu menjawab salam penutup.
Diskusi cuma ilusi, apalagi argumentasi huh..
Kuliah buka group, tapi chatnya sama doi
Bener kan?
Tugas datang bergilir
Silih berganti tiada henti
Bagai air yang mengalir 'tak pernah bertemu muara hilir
Protein dan vitamin yang seharusnya dikonsumsi
Apalah daya, jika penghasilan sudah terhenti
Kuota terus menggerogoti


Kantong kering, 12 mei 2020

Minggu, 05 April 2020

Bu, Aku Khawatir

Oleh: Sandal jepit

Saat ini aku ingin mengikuti lomba cerpen yang bertemakan “ibuku, surgaku”. Namun hingga detik ini aku tak tahu apa yang harus kutulis di paper laptopku dan seakan tanganku bingung akan kemana ia menari untuk menggoreskan kata-kata tentang “seorang ibu” tentang semua kehebatannya, aku merasa semua sikap kasih dan sayangnya bahkan semua cerita tentang cintanya yang tak bisa kuungkapkan melalui kata-kata yang kurangkai baik dalam sebuah cerita pendek bertema Ibu, Okelah akan ku coba. 

Ohh iya, sebelumnya perkenalkan namaku Aidin Nuriyah biasanya di lingkungan sekitar sekolah semua memanggilku dengan sebutan  aid, namun khusus Ibuku beliau memanggilku dengan Nur, yaa itulah ibuku. Salah satu ciri khas yang membedakanya dengan orang lain ialah selalu manggilku dengan panggilan yang berbeda dengan orang lain, padahal beliau menyuruh orang untuk memanggilku aid namun ibuku sendiri memanggilku dengan kata Nur.

Hari ini adalah hari Senin, hari dimana aku harus berangkat pagi dan sangat pagi sebelum matahari meninggi aku harus sampai di sekolah dengan tepat waktu karena setiap hari senin manis biasaya aku melakukan rutinitas upacara di sekolah, upacara bendera tentunya. tenang aku sudah mandi kok sejak pukul 05.00 tadi dan sudah sarapan jam 06.10 menit, namun ketika kedua kakiku sudah mengenakan sepatu hitam kesayangan dan tas sekolah, seketika aku bingung melihat ke kanan dan ke kiri sekeliling rumah, dimana ibuku?  biasanya beliau selalu mengantarku berangkat ke sekolah, iya hanya Ibu yag selalu mengantarku karena Ayahku telah tiada dan pergi ke surga sejak aku masih duduk di bangku SD.

 “ibu..” berulang kali aku mencarinya dan menyebut nama ibu-ibu namun hasilnya nihil tetap saja ibu tidak ada.

Ibu jangan main petak umpet ya, Nur sudah hampir telat bu.. namun tetap saja ibu tak menampakkan wajah sumringahnya, biasanya ibu selalu datang dan tidak pernah mengusiliku se-parah ini, ahh mungkin ibu pergi ke warung (dalam benakku) aku menunggu di depan teras rumah dengan bernyanyi ria tanpa beban. 

"Uhukkkkk" duh kok batuk ya, dadaku sakit Bu… ibu dimana ya, sudah setengah jam aku menunggu ibu di sini,

Pagi yang cerah dengan iringan indahnya sinar mentari seketika berubah beribu ketakutan dan khawatir akan ratusan pertanyaan “dimana ibu?”. Ibu yang biasanya selalu ada di pagi sebelum aku berangkat sekolah sekarang dimana ibu. 

Tok tok tok ..

Pukul menunjukkan 06.49. Tiba-tiba datang bapak-bapak yang berkumis tebal dan berbadan besar menuju kearahku dan dengan sigapnya bak tentara yang sedang latihan baris berbaris aku berdiri dengan perasaan campur aduk antara takut dan bingung, pertanyaan baru muncul apa yang membuat bapak itu berlari dan terngah-ngah (bapak itu pamanku) "dik aid" dengan terbata-bata dengan raut wajah memerah paman mencoba menjelaskan sesuatu yang seakan membuatku menarik nafas panjang dan meredam kebingungan dengan segala fikiran tenang meskipun semua ini membuat diriku semakin keresahan.  Ada apa paman? Sini saya antar ke sekolah, sekarang tinggal beberapa menit lagi kamu akan terlambat masuk sekolah, tidak apa ikut tidak upacara namun cepat masuk !! (Perintah paman) 

Ta-tapi paman aku masih menunggu ibu, aku belum mencium tangannya dan mengucapkan salam?? 

ibumu menyuruhku untuk segera mengantarmu sekolah agar dirimu tidak terlambat masuk dan tidak tertinggal pelajaran. Ibumu berharap semoga cita-citamu tercapai maka Ibu tidak menginginkan kamu terlambat meskipun dalam satu hari,  nanti ibumu akan pulang Sekarang dia sedang berada di tempat yang aman, di tempat yang aman maksudnya?? Sudahlah nanti saja setelah pulang sekolah sekarang Kamu berangkatlah Naik motor bersama paman!! Iya paman”. Sebenarnya ketika kaki ini melangkah dan menaiki motor buntut milik paman satu hal yang ku fikirkan dan kuingin tanyakan, kemana Ibu? kemana  dan mengapa Ibu menyuruh paman untuk mengantarku? Mengapa tidak ibu yang mengatarku

Karena hari ini merupakan hari Senin maka aku pulang pukul 04.00 sore namun selama pelajaran aku tak bisa menulis akan mendengarkan secara baik apa yang di sekolah, aku hanya berpikir tentang ibu.

Waktu sudah menunjukkan 03:57 kakiku melangkah tergesa menuju ke gerbang berharap Ibu telah di depan menungguku dan berharap setelah bertemu, ibu akan menanyakan apa saja yang kulakukan hari ini serta mengharapkan Ibu nanya kan PR apa saja yang dapat hari ini, Apakah kamu hari ini menangis Tantangan apa saja yang kamu alami pada hari ini ? kata-kata itu selalu terucap dari patah demi patah kata-kata yang selalu muncul dari bibir manis ibu.

Jantung terasa berdebar jika tak bertemu denganmu dalam jangka waktu sehari membuatku rindu bagaikan 1000 hari bu, aku benar-benar ingin bertemu dengan kakiku sigap melangkah menuju Gerbang namun ??? Kenapa harus Paman lagi menjemputku? di mana Ibu seketika itu paman menunduk. Kenapa paman? Dimana ibu tanyaku,  tidak apa-apa.  Ayo dik sekarang naik ke motor kita segera pulang, "Ibu di mana paman ??" nanti kamu akan bertemu dengannya, semakin lama semakin aneh tentang sikap paman, okelah untuk kali ini aku akan selalu mengikuti segala perintah dari paman, setelah aku menaiki motor dan setibanya melihat di depan rumah terdapat sesuatu yang berbeda, ahh mungkin hanya perasaanku saja, rumahku tetap saja memiliki dua cendela dan pintu masuk, setelah kaki ini melangkah dan melangkah, di depan pintu kucoba dengan pelan membuka dan mengucapkan salam harapanku ibu menjawab salamku.

Assalamualaikum wr wb Bu ..

dorrrr, (kaget serta bagai dibom perasaanku)  happy birthday to you anakku sayang, Selamat ulang tahun aidin Astaga sekarang ulang tahunku, nyatanya dari awal ibu telah merencanakannya dari pagi tidak mengantarku biarkan kutelat dan yang sebagainya ternyata pengingat hari yang paling bahagia dalam hidupku terima kasih Ibu adalah malaikat penolong ku malaikat yang selalu ada untukku.

Terima kasih Ibu...

Untuk penjagaanmu kepadaku saat aku berada di kandunganmu

Untuk semua perhatian yang ada di masa perkembanganku hingga saat ini

Untuk semua kesabaranmu dalam menghadapi tutur kata dan sikapku,

Untuk selalu setia menjadi tempat keluh kesahku,

Untuk selalu peduli dengan kesehatanku,

Untuk selalu menyebut namaku dalam setiap doamu.

Ibuku, engkaulah surgaku.


Sabtu, 25 Januari 2020

Bangkitlah



Oleh : Sandal Jepit

Sudahlah
Sembunyikan semua duka
Berceritalah dengan sang Kuasa
Pastikan hatimu 'kan tenang
Jiwamu 'kan Tentram

Bersujudlah diatas sajadah merahmu
Dalam sepertiga malam nanti
Tumpahkan semua
Jangan sembunyikan lagi
Dia maha mengetahui
Menyayangi semua hambanya

Sudahlah
Kembali tersenyum
Meski senyum itu hanya topeng
Kembali tertawa
Meski tangis adalah kenyataan yang ada

Usap air mata yang jatuh
Jangan kau tumpahkan lagi
Bagaskara memandangmu
Menunggu engkau hadir dan tersenyum kembali

Bojonegoro, 25 Januari 2020

Jumat, 24 Januari 2020

Nota Puisi

Nota Puisi
1. Jangan lekas menulis. Rasakan, resapkan, masukkan ke dalam dirimu daya dan tenaga puisi bahasa.

2. Bahasa punya daya estetika. Puisi wujudnya. Penyair? Dia yg tahu betapa berbahaya daya itu!

3. "kah" itu partikel penegas. Tapi, kadang dia malah terasa membuat ragu. Ia bisa memperindah, tapi kadang bikin semak. Coba rasa-rasakan!

4. Kata selalu gagal menjadi makna yang utuh dan tunggal. Puisi memanfaatkan ketaksempurnaan itu!

5. kata tak pernah punya makna utuh dan tunggal. Puisi pandai memanfaatkan ketaksempurnaan itu.

6. Puisi itu tidak menyimpulkan, ia mengajak merasa dan memikirkan. Puisi itu tidak memaksakan jawab, ia menawarkan pertanyaan.

7. Puisi itu berasal dari dirimu, tapi ia bisa saja menjadi sesuatu yang tidak tentangmu lagi. Bebaskan dia, bebaskan dirimu!

8. Puisi bukan kalimat-kalimat yang berdandan. Tapi, ia juga bukan kata yang telanjang. Ia memoles diri dengan wajar!

9. Menulis puisi harus juag menjadi upaya menyegarkan bahasa. Bahasa, itu bisa kusut, basi, tua dan mati. Puisi bisa jadi penyebab.

10. Bahasa menyediakan banyak pilihan cara ucap. Puisi memilihnya? Tidak, dia berhasrat untuk bikin cara baru!

11. Metafora, analogi, perbandingan, perumpamaan. Mereka mungkin darahnya puisi. Bikin mereka panas dan mengalir deras.

12. Aku ini binatang jalang, kata Chairil. Tak ada yg pakai itu sebelum ia "menemukan". Ini metafora yg dahsyat markosat!

13. PUISI itu seni. Ada tangga yang harus kau jejaki untuk sampai ke tingkat itu, nun di atas sana. Temukan tangga itu.

14. KEINDAHAN, juga keindahan bahasa, seringkali sembunyi di balik hal-hal biasa. Dia menunggu kita membuka hati dan mata.

15. Coba sajakkan rumah, tapi di sajakmu rumah tak lagi hadir sebagai rumah!

16. Kita menyimpan "rumah" di kepala, dan serta-merta terhubung saat bertemu kata "rumah". Demi puisi, patahkan hubungan itu!

17. Berpuisi itu memuliakan bahasa. Caranya? Jika bahasamu masih ada menyediakan kata, maka pakailah! Nanti dulu kata asing itu.

18. Bahasa menyediakan pilihan kata. Gramatika memungkinkan kalimat disusun dengan banyak cara. Puisi kegirangan! Ikut?

19. Metafora yang baik adalah yang matang. Yang segar, langsung dipetik dari kebun katamu. "Aku tak mau jadi layu," kata puisimu

20. Maukah kau jadi orang yang kaya kata? Tambahlah satu kosakatamu setiap hari. Puisi akan senang sekali.

21. Diksi? Itu adalah kemahiran memilih kata, menciptakan berbagai kemungkinan pengucapan.

22. Tapi diksi omong kosong belaka jika kosakatamu tak kaya, jika kau fakir kata.

23. Menjadi Penyair itu adalah kesadaran, daya tahan, & kecintaan. Kau tak akan disebut empu dengan menempa satu keris saja!

24. Personifikasi, ketika benda-benda dimanusiakan, memanusia, bergerak, bicara, merasa. "Bahasa memungkinkan itu!" Kata Puisi.

25. Personifikasi itu daun melambai, langit murung, bumi tabah. Bayangkan alam berpikir, merasa, bertindak sepertimu.

26. Ibarat menggambar jangan asal coret. Pandang lebih lama kertas kosong itu. Rasakan tubuh pensil di tanganmu. Sabarlah dengan puisi

27. Puisi bukan kadar sekadar menyalin perasaan. Puisi itu mengalirkan. Kelak ada pembaca yang perasaannya juga hanyut di aliran itu.

28. Puisi itu mengelola perasaan, bukan mengumbarnya. Puisi itu mengolah bahasa, itu bedanya dengan bahasa yang bukan puisi.

29. Dalam puisi kau bisa jadi apa saja: langit, laut, daun, hujan. Tapi, lebih dahulu kau harus fasih jadi dirimu sendiri!

30. Ada kesempatan untuk masuk ke dalam diri sendiri, merenung, saat kau mulai menulis puisi. Ini kesempatan baik. Manfaatkanlah.

31. Pada mulanya yang primer dalam bahasa itu adalah bunyi. Huruf itu sekunder, lambang bunyi. Dengan puisi kita boleh bermain bunyi.

32. Menulis itu keterampilan, bisa dimahirkan. Menulis itu gairah, harus dipertahankan. Menulis juga bakat, wajib dipertanggungjawabkan.

33. Bakat saja tanpa keterampilan? Ini seperti jagoan memancing yang cuma berdiri di tepi sungai. Tak akan ada ikan yang tertangkap!

34. Prosa, kata Kuntowijoyo, adalah strukturisasi dari tiga hal: pengalaman, imajinasi, dan nilai-nilai. Saya kira puisi juga begitu.

35. Hidup dari waktu ke waktu, adalah tabungan pengalaman, bahan terbaik untuk puisi kita.

36. Nilai-nilai adalah cara kita bersikap, berpikir, bereaksi terhadap segala peristiwa di sepanjang pengalaman kita.

37. Bagi saya, imajinasilah yang paling berperan menentukan hasil upaya kita menyusun suatu bentukan bahasa bernama PUISI itu.

38. Bagaimana mengolah pengalaman, nilai, dan imajinasi sebagai bahan puisi? Kita perlu tahu puisi itu apa dan alat-alat puitikanya.

39. Hanya puisi-puisi yang baik dan kuat yang dikenang, dan tak lekang dari ingatan orang zaman ke zaman.

40. Puisi yang baik dan kuat itu membicarakan hal biasa dengan cara beda, yang tak biasa. Ketakbiasaan itu yang mencuri tempat dalam ingatan

41. Menyusun kalimat sok puitis itu gampang. Menghadirkan suasana puisi dalam kalimat yang sederhana saja? Itu tantangan berat!

42. Puisi itu bukan sekadar alat untuk melampiaskan perasaanmu. Bukan tempat memajang emosimu agar orang lain tahu.

43. Puisi yang baik? Saya contoh saja. "Aku Ingin"-nya Sapardi Djoko Damono adalah salah satunya. Bukan hanya baik, ini sajak yang luar biasa.

44. Gagasan menyajakkan keinginan mencintai dengan sederhana itu sangat orisinil. Biasa tapi luar biasa.

45. Gagasan itu kemudian didagingkan dengan keterampilan yang memukau. dua bait, masing-masing tiga larik. Padat, hemat, dan hidup.

46. Bahan sajak ini tidak istimewa. Kayu yang terbakar. Awan jelang hujan. Imajinasilah yang bikin itu jadi amsal yang dahsyat.

47. Apa yang lebih ikhlas dari awan yang jadi tiada demi mengadakan hujan? Dan cinta diibaratkan dengan itu.

48. Berjaraklah. Ambil waktu. Bagai pasang, biarkan surut. Kau bisa tahu setinggi apa air naik dari jejaknya di batang bakau.

49. Banyak sekali sajak cinta yang tak sampai sajak dan tak sampai cinta. Seperti luka, mereka tulis darah, bukan hakikat sakitnya.

50. Puisi itu upaya mewujudkan apa yang abstrak (rasa dan pikiran), ke dalam bahasa.

51. Bahasa, di hadapan puisi, seringkali tampak tak berdaya. Tugas penyair menggairahkannya.

52. Di mata puisi, bahasa kadang terlihat miskin, penyair harus bisa membuatnya kaya.

53. Ada kredo yang berhasil. Ada yang gagal. Ada penyair yang merumuskan kredonya, ada yang tak mampu, ada yang tak peduli.

54. Di hadapan sebuah Puisi, kita menikmati sebingkai lukisan, bukan poster pengumuman.

55. Di dalam puisi kerap dibenturkan hal-hal yang berlawanan. Membikin kontras. Hasilnya? Ironi-ironi jadi makin tampak jelas!

56. Di tangan penyair, demi puisi, bahasa harus jadi benda plastis. Ia mudah dibentuk jadi sosok menarik! Mengejutkan!

57. Puisi, kata Sutardji Calzoum Bachri, menyusun imaji-imaji. Cerpen? Menyusun peristiwa-peritiwa. Ia benar. Tapi, kita boleh tak patuh! Durhakalah!

58. Judul sajak terasa seperti nama benda, orang atau seperti kata/kata-kata untuk suatu kondisi, keadaan, dan hubungannya dengan sajak jadi unik.

59. Judul sajak bisa jadi macam-macam, ia bisa menjadi tanda, pemikat, pengingat, atau merek sajak. Ia bisa jadi ide pemicu sajak itu sendiri.

60. Puisi, bagiku seperti punya efek detoks pada otak. Dengan membaca dan menulis puisi, unsur-unsur kotor dalam pikiran dijerap dan dibuang.

61. Puisi yang baik punya ruang amat lapang di balik tatakatanya. Puisi yang baik memberi kunci bagi pintu rahasia untuk masuk ke ruang itu.

62. Puisi yang baik tak terbatas lingkungan pembacanya.

63. Puisi itu adalah sebuah penataan, sebuah komposisi. Kata: maknanya, bunyinya, semua memungkinkan untuk ditata. Itulah asyiknya!

64. Dalam teks tulis, puisi bahkan bisa ditata lebih gila: tipografi. Itu ditata dengan alur larik, arus bait, ruang spasi, dan pemenggalan.

65. Menulis puisi juga semacam kerja cerdik-cendikia. Ada proses olah pikir untuk melahirkannya. Tapi, hasilnya bukan sajak yg sok pintar.

66. Bila menulis puisi semacam striptis batin, maka, membaca puisi itu seperti menonton striptis.

67. Sebagai penonton tentu kita berharap bisa menemukan utuh tubuh puisi itu. Ia mungkin mula-mula datang dengan pakaian lengkap.

68. Yang paling nikmat, tentu saat kita berdebar-debar seiring tanggalnya satu per satu pakaian si puisi menampakkan rahasianya.

69. Puisi yang tak tertelanjangi, ibarat penari berkimono tebal, hingga akhir pertunjukan tetap berkimono. Tak sedap dibaca, kan?

70. Puisi yang baik, ia tak langsung datang telanjang. Aduh, jangan selekas itu! Pembaca yang baik menuntut ketegangan pertunjukan.

71. Puisi yang baik adalah penari yang tak terus membuka pakaian. Selalu ada lapisan baru tersibak. Tak pernah telanjang sempurna.

72. Bahasa itu tumbuh, dan hidup. Kata-kata lahir, dan juga mati, atau sekarat. Begitulah!

73. ADA unsur kepengrajinan dalam kerja menyair. Itu tidak buruk. Menyair tak melulu kontemplasi, olah pikir dan olah batin.

74. KEPENGRAJINAN bisa dilatih, dan harus. Ini yg menentukan seorang bisa produktif menyair. Ah, kata dasarnya aja rajin, kan?

75. Kepengrajinan berkaitan erat dengan kemampuan menguasai alat: perangkat puitik! Maka, kenalilah, apa gunanya, bagaimana pakainya.

76. Dengan menguasai perangkat puitik, maka satu kendala besar menulis puisi teratasi. Seperti megang pistol dengan peluru penuh rasanya.

77. Tidak semua alat harus dikerahkan saat menulis sebuah puisi. Pilih yang pas dan memungkinkan lahir puisi yang terunik dari bahan yg ada.

78. Hal kedua agar bisa produktif menulis puisi adalah senantiasa menambah penguasaan kota kata. Lahan bermain kita adalah padang kata!

79. Penyair haruslah ia yang menguasai kosakata lebih daripada ia yang bukan penyair. :-) Penyair bisa memberi nafas buatan pada kata yang sekarat.

80. Penyair harus menggairahkan kata yang malas, mempersolek kata kumal, memperamah kata yang angkuh! Lakukan itu, puisi akan menyerbumu!

81. Kadang banyak puisi lahir dari keterpesonaan penyair pada sebuah kata kunci saja! Perhatikan Joko Pinurbo yang menggarap kata celana, ranjang!

82. Bagaimana menghidupkan kata? Ada satu jurus: coba mereka-reka frasa. Sandingkan satu kata dengan kata lain: lihat betapa ajaibnya!

83. Coba rasakan frasa ini (saya buat secara spontan): ruang mata, lengan angan, langkah kata, mulut api, geram gurun!

84. Menyusun frasa adalah latihan menyair yang dahsyat. Dari frasa bisa lahir puisi yang hebat. Dan kau akan jadi penyair produktif.

85. Oh ya, foto dan lukisan bisa jadi inspirasi puisi. Saya banyak sajakkan lukisan Dali, Picasso, fotografer kontemporer.

86. Pernah juga tergoda ingin menyajakkan nama-nama donat di J.Co itu. Gila! Itu puitis banget! Tira Miss U, Berry Spears, hmm !


Share dari kak Tony (Pengurus Paradigma imaji 1)

Senin, 02 Desember 2019

Ucapkan Terima Kasih



Oleh: Sandal Jepit


Kau tahu ? Pangkat hanyalah titipan
Demi cinta, yang tersakiti
Aku ingin selalu membalas cacian dengan senyuman tipis manis
Kuhannya wanita dengan beribu kekurangan

Kuperjuangkan rasa cinta di tengah duri yang kian menusuk
Kuperjuangkan

Hai hati tetaplah kuat
Jangan pernah menyerah dalam kebajikan
Engkaulah benteng lisanku dalam berkata-kata
Jangan biarkan lisan ini berdusta
Menyakiti ketika disakiti
Aku tak ingin

Terima kasih untuk sang ujian hidup
Keyakinan untuk selalu berbuat baik

Dalam jiwa yang baik dalam cinta abadi
Hidup bersama

Terima kasih untuk sang pengalaman
Menyertakan diri dalam pelajaran hidup
Menyeret hati tuk berfikir sebelum bertindak

Indahnya hidup, dalam berbagai pelajaran dari sang pengalaman

Bojonegoro, 2 Desember 2019


#calonpenulishebatindonesia
#komunitassastra
#paradigmaimaji
#duetprosa